Sabtu, 05 Mei 2012

Alasan Kenapa Kita Harus Bilang I Love You


(1 SMA)
Saat aku duduk di kelas bahasa inggris, kutatap gadis disampingku. Dia adalah sahabatku. Kutatap rambut panjang sehalus sutranya, dan berharap dia adalah milikku. Tapi dia tidak menyadarinya, itu yg aku tahu.
Setelah kelas selesai, dia berjalan kearahku dan meminta catatan yang ketinggalan kemarin, dan kuberikan padanya. Dia berkata, “Terima kasih” dan memberi ciuman di pipiku.
Aku ingin memberitahunya, aku ingin dia tahu kalau aku tak ingin hanya sekedar teman,aku mencintainya. Tapi aku terlalu malu, dan aku tak tahu kenapa.
(2 SMA)
Telepon berdering. Di ujung sana, ada dia. Dia menangis, dan berkata terus-terusan betapa kekasihnya telah menghancurkan hatinya. Dia memintaku untuk datang karena dia tak ingin sendirian, dan aku pun datang. Aku duduk di sofa di sebelahnya, menatap matanya yang lembut, berharap dia adalah milikku.
Setelah 2 jam berlalu dengan sebuah film Drew Barrymore dan tiga kantong keripik akhirnya dia memutuskan untuk tidur.
Dia melihatku, lalu berkata “Terima kasih” dan mencium pipiku.
Aku ingin memberitahunya, aku ingin dia tahu kalau aku tak ingin hanya sekedar teman,aku mencintainya. Tapi aku terlalu malu, dan aku tak tahu kenapa.
(3 SMA)
Sehari sebelum pesta kelulusan dia berjalan ke lokerku.”Pasanganku sakit” katanya. "Dia tidak mungkin bisa cepat sembuh dan aku tak punya pasangan."
Sewaktu SMP, kami pernah membuat janji. "Jika ada di antara kita yang tak punya pasangan maka kita akan datang berdua, sebagai teman baik." Dan itu yang kami lakukan.
Malam kelulusan, setelah semuanya selesai, aku berdiri di depan tangga rumahnya. Dia tersenyum padaku, dan memandangku dengan matanya yang sebening kristal.
Aku ingin dia menjadi milikku, tapi sepertinya dia tidak punya perasaan yg sama dan aku tahu itu.
Lalu dia berkata “Ini salah satu momen terindah buatku, terima kasih” dan menciumku di pipi.
Aku ingin memberitahunya, aku ingin dia tahu kalau aku tak ingin hanya sekedar teman,aku mencintainya. Tapi aku terlalu malu, dan aku tak tahu kenapa.
Hari Wisuda
Sehari berlalu, lalu seminggu, lalu sebulan. Sebelum aku sempat berkedip, ini sudah hari kami wisuda. Kulihat tubuhnya yang sempurna melayang seperti malaikat di panggung untuk menerima diploma.
Aku ingin dia menjadi milikku, tapi sepertinya dia tidak menyadarinya dan aku tahu itu.
Sebelum semua orang pulang, dia mendatangiku dengan pakaian dan topinya, dia menangis ketika aku memeluknya. Lalu dia mengangkat kepalanya dari pundakku, dan berkata “Kau sahabat terbaikku, terima kasih” dan mencium pipiku.
Aku ingin memberitahunya, aku ingin dia tahu kalau aku tak ingin hanya sekedar teman,aku mencintainya. Tapi aku terlalu malu, dan aku tak tahu kenapa.
Beberapa tahun kemudian
Sekarang aku duduk di bangku gereja, ini hari pernikahannya. Aku melihatnya mengatakan “Ya, saya bersedia” dan memasuki kehidupan barunya, menikahi seorang pria lain.
Aku ingin dia menjadi milikku, namun sepertinya dia tidak mengetahuinya dan aku tahu itu.
Sebelum pergi, dia mendatangiku dan berkata “Kau datang”. Dia berkata “Terima kasih” dan mencium pipiku.
Aku ingin memberitahunya, aku ingin dia tahu kalau aku tak ingin hanya sekedar teman,aku mencintainya. Tapi aku terlalu malu, dan aku tak tahu kenapa.
Pemakaman
Bertahun-tahun berlalu, aku menatap peti mati berisi wanita yang menjadi “sahabat terbaikku”. Dalam acara itu, mereka membacakan buku harian yang ditulisnya ketika dia masih SMA. Tubuhku terkulai lemas ketika kudengar:
“Aku memandangnya dan berharap dia adalah milikku tapi sepertinya dia tidak mengetahui perasaanku dan aku tahu itu. Aku ingin memberitahunya, aku ingin dia tahu jika aku tak ingin menjadi sekedar teman, aku mencintainya tapi aku terlalu malu dan aku tak tahu kenapa. Kuharap suatu hari dia akan berkata jika dia mencintaiku…”
“Kuharap juga begitu” aku berkata pada diriku sendiri dan airmataku pun jatuh membasahi wajahku…

0 komentar:

Posting Komentar